Di Balik Struk ATM Itu, Ada Kisah Seorang Ayah yang Lega

Table of Contents
Di Balik Struk ATM Itu, Ada Kisah Seorang Ayah yang Lega

 Semarang – Mesin pendingin di kantor sore itu berdengung seperti biasa, menyenandungkan lagu yang sama setiap hari. Di mejanya, Agung (45) merapikan tumpukan map terakhir. Di sudut meja, di samping stempel dan bak tinta, ada sebuah bingkai foto kecil. Foto kedua anaknya yang sedang tersenyum, pengingat abadi untuk siapa ia bekerja keras dari pukul delapan pagi hingga empat sore.

Agung adalah pria yang hidupnya diukur dengan ritme yang teratur. Ia seorang abdi negara, seorang suami, seorang ayah. Ia adalah definisi dari stabilitas. Namun, di balik ketenangannya, ada kalkulator yang terus berjalan di kepalanya. Biaya masuk kuliah anak sulungnya tahun depan. Sisa cicilan mobil yang terasa semakin berat. Harga-harga kebutuhan yang diam-diam merangkak naik, membuat gajinya yang stabil terasa semakin pas-pasan.

Ia tidak pernah mengeluh. Baginya, ini adalah tanggung jawab. Tapi terkadang, di sela-sela jam makan siang, saat ia menyantap nasi kotak di mejanya sendirian, pikiran-pikiran itu terasa begitu berat.

Siang itu, beberapa jam sebelumnya, rasa jenuh itu terasa lebih pekat dari biasanya. Untuk mengalihkan pikiran dari angka-angka tagihan, ia iseng membuka sebuah situs yang iklannya sering ia lihat. Blitz168. Bukan dengan niat mencari uang, tapi sekadar mencari distraksi. Sebuah pelarian singkat selama 15 menit dari dunia kertas dan data.

Dengan modal Rp 100.000—uang yang ia sisihkan dari jatah bensin—ia mencoba sebuah permainan. "Gates of Olympus." Ia bahkan tidak tahu artinya. Ia hanya menekan tombol, melihat gambar-gambar berjatuhan di layar. Lalu, sesuatu yang tak terduga terjadi. Layar komputernya menyala terang. Angka-angka bermunculan. Ia menang. Angkanya besar, sekitar 50 juta.

Reaksinya saat itu bukanlah euforia. Melainkan bingung dan sedikit panik. Bel istirahat akan segera berakhir. Dengan tergesa-gesa, ia mencari tombol ‘withdraw’, menarik semua dana itu, lalu segera menutup tab browsernya. Ia harus kembali bekerja. Emosi bisa menunggu. Pekerjaan tidak. Dan dalam kesibukan sore itu, insiden 15 menit itu nyaris terlupakan.

Hingga tibalah momen itu. Di depan mesin ATM, dalam perjalanan pulang.

Niatnya hanya ingin memeriksa saldo sebelum membeli martabak pesanan istrinya. Saat struk kertas kecil itu keluar dari mesin, dunia Agung seolah berhenti berputar. Angka yang tertera di sana tidak masuk akal. Saldo tabungannya membengkak.

Pikiran pertamanya bukanlah gembira, melainkan takut. "Salah transfer," pikirnya. "Gawat kalau ini uang orang lain."

Ia menarik napas, melihat struk itu sekali lagi. Dan saat itulah ia teringat. Angka 50 juta. Angka yang sama dengan yang ia lihat di layar komputernya siang tadi. Jadi... itu nyata?

Perjalanan pulangnya terasa seperti mimpi. Ia memegang erat setang motornya, tapi pikirannya melayang. Sesampainya di rumah, ia tidak langsung menyerahkan kantong martabak. Ia memanggil istrinya ke kamar, menutup pintu, lalu dengan tangan sedikit gemetar, ia menunjukkan struk ATM itu.

"Ini apa, Pak?" tanya istrinya, alisnya berkerut cemas.

Agung menceritakan semuanya. Tentang rasa bosannya, tentang klik isengnya, tentang permainan yang tak ia mengerti. Istrinya mendengarkan dalam diam, tatapannya berubah dari cemas menjadi tidak percaya.

"Bapak nggak ditipu, kan?" bisiknya pelan.

Untuk membuktikannya, mereka membuka aplikasi mobile banking bersama. Dan di sana, di riwayat transaksi, tercatat dengan jelas: "Transfer masuk Rp 50.000.000".

Keheningan menyelimuti kamar mereka. Lalu, bahu istrinya mulai bergetar. Ia menunduk, dan isak tangis lega yang ditahannya selama bertahun-tahun akhirnya pecah. Agung merengkuh bahu istrinya. Ia tidak berkata apa-apa. Ia mengerti tangisan itu.

Itu bukan tangisan karena uangnya. Itu adalah tangisan seorang ibu yang kini tahu uang pangkal kuliah anaknya aman. Itu adalah tangisan seorang istri yang tahu beban cicilan di pundak suaminya akan segera terangkat. Itu adalah tangisan kelegaan.

Malam itu, mereka tidak langsung tidur. Mereka duduk di ruang tamu, membuat daftar. Bukan daftar keinginan, tapi daftar kelegaan. "Cicilan mobil lunas, Bu." "Tabungan pendidikan si Mas aman." "Dapur bisa kita perbaiki sedikit, biar Ibu masaknya lebih nyaman." "Nanti akhir tahun, kita bisa ajak anak-anak liburan. Benar-benar liburan, tanpa pusing mikirin biayanya."

Kemenangan dari Blitz168 tidak mengubah siapa Agung. Ia tetaplah PNS yang sama, yang keesokan harinya kembali duduk di mejanya yang penuh map. Tapi, sesuatu di dalam dirinya telah berubah. Beban yang selama ini menekan pundaknya telah hilang. Kini, saat ia menatap foto anak-anaknya di sudut meja, senyumnya terasa lebih ringan, lebih tulus.

Kisah Agung bukanlah tentang menjadi kaya mendadak. Ini adalah kisah tentang seorang ayah yang bertanggung jawab, yang mendapatkan sedikit keajaiban di tengah rutinitasnya. Sebuah pengingat bahwa terkadang, keberuntungan datang bukan untuk mengubah gaya hidup kita, tapi untuk memberikan kita sesuatu yang jauh lebih berharga: ketenangan pikiran.

Posting Komentar